Minggu, 27 Maret 2016

makalah ekonomi mikro islam dan ruang lingkupnya



Ekonomi mikro islam dan ruang lingkupnya
A.     Definisi ekonomi mikro islam
1.      ekonomi islam
menurut  Muhammad Baqir as-sadr, bahwa ekonomi islam adalah sebuah ajaran atau doctrine dan bukannya ilmu murni (science), karena apa yang terkandung dalam ekonomi islam bertujuan memberikan sebuah solusi hidup yang paling baik, sedangkan ilmu ekonomi hanya akan mengantarkan kita kepada pemahaman bagaimana kegiatan ekonomi berjalan.[1]
Ekonomi islam adalah suatu prilaku individu muslim dalam setiap aktivitas ekonomi syariahnya harus sesuai dengan tuntunan syariat islam dalam rangka mewujudkan dan menjaga  maqashid syariah ( agama, jiwa, akal, nasab dan harta).[2]
Ilmu ekonomi islami adalah sebuah system ekonomi yang menjelaskan segala fenomena tentang prilaku pilihan  dan pengambilan keputusan  dalam setiap unit ekonomi dengan memasukkan  tata peraturan syariah sebagai independen ( ikut memengaruhi segala pengambilan keputusan ekonomi)

2.      ekonomi mikro
teori Mikro ekonomi didefinisikan sebagai teori ekonomi yang menelaah hubungan (prilaku) variable ekonomi individual, atau prilaku ekonomi dalam ruang lingkup kecil, seperti: permintaan suatu barang, produksi suatu barang, konsumsi suatu barang, harga suatu barang dan lain sebagainya.
Ekonomi mikro mempelajari prilaku-prilaku dari tiap tiap individu dalam setiap unit ekonomi, yang dapat berperan  sebagai konsumen, pekerja, investor, pemilik tanah atau resources yang lain, ataupun prilaku dari sebuah industry. 
Ekonomi mikro menjelaskan bagaimana seorang konsumen  membuat keputusan dan pemilihan terhadap suatu produk ketika ada perubahan pada harga atau pendapatan. Ekonomi mikro juga dapat menjelaskan prilaku industry dalam menentukan jumlah tenaga kerja, kuantitas dan harga yag terbaik.

Dari kedua penjelasan diatas, maka ekonomi mikro islam ialah ilmu ekonomi  yang mempelajari prilaku-prilaku dari tiap individu dalam setiap unit ekonomi yang membuat keputusan dengan berlandaskan pada syariat atau hukum islam.

B.     Perbedaan ekonomi mikro islam dengan ekonomi mikro kovensional.
Asumsi yang digunakan oleh ekonomi konvensional ialah bahwasannya sumber daya alam yang terbatas dan keinginan manusia yang tidak terbatas. Namun menurut pandangan ekonomi islam berbeda dengan dengan ekonomi konvensional.
Baqir As-Sadr berpendapat bahwa hakikatnya sumber daya  melimpah dan tidak terbatas.  Dan ia juga menolak mengenai pernyataan bahwa keinginan manusia itu tidak terbatas.
Ekonomi mikro islam lebih mengedepankan tuntunan syariat islam dalam pengambilan sebuah keputusan.

C.     Prinsip umum ekonomi mikro islam
Walaupun pemikiran para pakar tentang ekonomi islam terbagi – bagi kedalam tiga mazhab yaitu mazhab baqir as-sadr, mazhab mainstream dan mazhab alternative-kritis. Namun pada dasarnya mereka setuju dengan prinsip-prinsip umum yang mendasarinya. Prinsip-prinsip ini membentuk keseluruhan kerangka ekonomi islami.
Ekonomi islami didasarkan atas lima nilai universal, yakni:
1.      Tauhid (keimanan)
2.      ‘adl ( keadilan)
3.      Nubuwwah ( kenabian)
4.      Khilafah (pemerintahan)
5.      dan Ma’ad (hasil)
kelima nilai ini menjadi dasar inspirasi untuk menyusun proporsi-proporsi dan teori-teori ekonomi islami. Oleh karena itu, dari kelima nilai-nilai universal tersebut, dibangunlah tiga prinsip derivatif yang menjadi ciri- ciri dan cikal bakal system ekonomi islam. Ketiga prinsip derivative itu ialah multitype ownership, freedom to act, dan  social justice.[3]
a.       Multitype ownership (kepemilikan multi jenis)
Dalam islam kepemilikan yang berlaku adalah kepemilikan multi jenis. Yakni mengakui bermacam macam bentuk kepemilikan, baik oleh swasta, Negara atau campuran. Prinsip ini adalah terjemahan dari nilai tauhid dimana pemilik langit, bumi atau seisinya hanya Allah.  Sedangkan manusia hanya diberi amanah untuk mengelolanya.
b.      Freedom to act (kebebasan bertindak/ berusaha)
Pelaku – pelaku ekonomi  dan bisnis menjadikan  nabi sebagai teladan dan model dalam melakukan aktivitasnya. Sifat nabi yang dijadikan model tersebut terangkut kedalam empat sifat utama yakni siddiq, amanah, fathanah, dan tabligh . freedom to act bagi setiap individu akan menciptakan mekanisme pasar dalam perekonomian. Dan tentunya pemerintah menjadi pengawas interaksi pelaku – pelaku ekonomi dan bisnis dalam wilayah kekuasannya untuk menjamin tidak dilanggarnya syariah, supaya tidak ada pihak yang zalim dan terzalimi. Sehingga terciptalah ekonomi dan bisnis yang sehat.
c.       Social justice ( keadilan social)
Gabungan dari ma’ad dan khilafah melahirkan prinsip keadilan social. Dalam islam, pemerintah bertanggung jawab menjamin pemenuhan kebutuhan dasar rakyatnya dan menciptakan keseimbangan social antara yang kaya dan miskin.
Semua system ekonomi mempunyai tujuan yang sama yaitu menciptakan system perekonomian yang adil. Namun tidak semuanya system tersebut  mampu dan secara konsisten menciptakan system yang adil. System yang baik adalah system yang dengan tegas dan secara konsisten menjalankan prinsip- prinsip keadilan. Dalam system sosialis, keadilan akan terwujud apabila masyarakatnya dapat menikmati barang dan jasa dengan sama rata dan sama rasa. Sedangkan dalam system kapitalis, adil apabila setiap individu mendapatkan apa yang menjadi haknya. Namun pada kenyataannya system kapitalis justru mendorong terbentuknya industry korporasi.
Dalam islam, keadilan diartikan dengan suka sama suka dan satu pihak tidak menzalimi pihak lainnya.
D.     Alasan mempelajari ekonomi mikro islam
Salah satu alasan kita mempelajari ekonomi mikro islam, kita akan mendapatkan keyakinan yang kuat tentang teori ekonomi mikro islam yang relevan dan dapat diterapkan dalam dunia nyata. Selain itu, tujuan lainnya ialah bagaimana menerapkan prinsip-prinsip ekonomi mikro islam dalam pengambilan keputusan agar mendapatkan solusi terbaik, yaitu solusi yang akan menguntungkan kita dan tidak menzalimi orang.

E.     Manfaat mempelajari ekonomi mikro islam
Ilmu ekonomi juga memfokuskan pada  explanation dan prediction dari fenomena yang ada. Dalam pembahasan ekonomi mikro islami,  segala pembahasan yang ditujukan untuk melakukan explanation dan prediction didasarkan pada teori. Teori dibangun untuk  menerangkan dari fenomena yang terjadi dalam suatu waktu  dengan menggunakan hukum hukum dasar dan beberapa asumsi yang terpenuhi.  Dalam pembentukan teori mikro eknomi islami, hukum hukum dasar ekonomi murni tetap digunakan sepanjang hukum dasar tersebut tidak bertentangan dengan hukum syariah. Misalkan, teori yang digunakan dalam menjelaskan prilaku industry, dimulai dari sebuah  asumsi yang cukup sederhana. Yaitu sebuah industry dalam melaksanakan operasinya bertujuan untuk memaksimalkan keuntungan dengan cara dan seumber-sumber yang halal. Dengan asumsi tersebut, teori dapat menerangkan bagaimana  industry tersebut memilih dan menentukan komposisi tenaga kerja, modal, barang-barang pendukung proses produksi, dan penentuan jumlah output.
Teori ekonomi juga dapat berfungsi untuk memprediksi dampak dari adanya perubahan satu variable terhadap variable lainnya. Sebagai contoh, bagaimana teori, mikro ekonomi ini dapat menerangkan kepada kita tentang peningkatan dan penurunan output sebagai dampak dari adanya  kenaikan dan penurunan pada variable ekonomi lain, seperti upah, inflasi dan jumlah permintaan.

F.      Karakteristik Ekonomi Mikro Islam[4]
1.      Ekonomi Islam pengaturannya bersifat ketuhanan/ilahiah (nizhamun rabbaniyyun), mengingat dasar-dasar pengaturannya yang tidak diletakkan oleh manusia, akan tetapi didasarkan pada aturan-aturan yang ditetapkan Allah s.w.t. sebagaimana terdapat dalam al-Qur’an dan as-Sunnah. Jadi, berbeda dengan hukum ekonomi lainnya yakni kapitalis (ra’simaliyah; capitalistic) dan sosialis (syuyu`iyah; socialistic) yang tata aturannya semata-mata didasarkan atas konsep-konsep/teori-teori yang dihadirkan oleh manusia (para ekonom).
2.      Dalam Islam, ekonomi hanya merupakan satu titik bahagian dari al-Islam secara keseluruhan (juz’un min al-Islam as-syamil). Oleh karena ekonomi itu hanya merupakan salah satu bagian atau tepatnya sub sistem dari al-Islam yang bersifat komprehensip (al-Islam as-syamil), maka ini artinya tidaklah mungkin memisahkan persoalan ekonomi dari rangkaian ajaran Islam secara keseluruhan yang bersifat utuh dan menyeluruh (holistik). Misalnya saja, karena Islam itu agama akidah dan agama akhlak di samping agama syariah (muamalah), maka ekonomi Islam tidak boleh terlepas apalagi dilepaskan dari ikatannya dengan sistem akidah dan sistem akhlaq (etika) di samping hukum. Itulah sebabnya seperti akan dibahas pada waktunya nanti, mengapa ekonomi Islam tetap dibangun di atas asas-asas akidah (al-asas al-`aqa’idiyyah) dan asas-asas etika-moral (al-asas akhlaqiyyah) yang lainnya.
3.      Ekonomi berdimensi akidah atau keakidahan (iqtishadun `aqdiyyun), mengingat ekonomi Islam itu pada dasarnya terbit atau lahir (sebagai ekspresi) dari akidah Islamiah (al-`aqidah sl-Islamiyyah) yang di dalamnya akan dimintakan pertanggung-jawaban terhadap akidah yang diyakininya. Atas dasar ini maka seorang Muslim (menjadi) terikat dengan sebagian kewajibannya semisal zakat, sedekah dan lain-lain walaupun dia sendiri harus kehilangan sebagian kepentingan dunianya karena lebih cenderung untuk mendapatkan pahala dari Allah s.w.t. di hari kiamat kelak.
4.      Berkarakter ta`abbudi (thabi`un ta`abbudiyun). Mengingat ekonomi Islam itu merupakan tata aturan yang berdimensikan ketuhanan (nizham rabbani), dan setiap ketaatan kepada salah satu dari sekian banyak aturan-aturan Nya adalah berarti ketaatan kepada Allah s.w.t., dan setiap ketaatan kepada Allah itu adalah ibadah. Dengan demikian maka penerapan aturan-aturan ekonomi Islam (al-iqtishad al-Islami) adalah juga mengandung nilai-nilai ibadah dalam konteksnya yang sangat luas dan umum.
5.      Terkait erat dengan akhlak (murtabithun bil-akhlaq), Islam tidak pernah memprediksi kemungkinan ada pemisahan antara akhlak dan ekonomi, juga tidak pernah memetakan pembangunan ekonomi dalam lindungan Islam yang tanpa akhlak. Itulah sebabnya mengapa dalam Islam kita tidak akan pernah menemukan aktivitas ekonomi seperti perdagangan, perkreditan dan lain-lain yang semata-mata murni kegiatan ekonomi sebagaimana terdapat di dalam ekonomi non Islam. Dalam Islam, kegiatan ekonomi sama sekali tidak boleh lepas dari kendali akhlaq (etika-moral) yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari ajaran Islam secara keseluruhan.
6.      Elastis (al-murunah), dalam pengertian mampu berkembang secara perlahan-lahan atau evolusi. Kekhususan al-murunah ini didasarkan pada kenyataan bahwa baik al-Qur’an maupun al-Hadits, yang keduanya dijadikan sebagai sumber asasi ekonomi, tidak memberikan doktrin ekonomi secara tekstual akan tetapi hanya memberikan garis-garis besar yang bersifat instruktif guna mengarahkan perekonomian Islam secara global. Sedangkan implementasinya secara riil di lapangan diserahkan kepada kesepakatan sosial (masyarakat ekonomi) sepanjang tidak menyalahi cita-cita syari`at (maqashid as-syari`ah).
7.      Objektif (al-maudhu`iyyah), dalam pengertian, Islam mengajarkan umatnya supaya berlaku dan bertindak obyekektif dalam melakukan aktifitas ekonomi. Aktivitas ekonomi pada hakekatnya adalah merupakan pelaksanaan amanat yang harus dipenuhi oleh setiap pelaku ekonomi tanpa membeda-bedakan jenis kelamin, warna kulit, etnik, agama/kepercayaan dan lain-lain. Bahkan terhadap musuh sekalipun di samping terhadap kawan dekat. Itulah sebabnya mengapa monopoli misalnya dilarang dalam Islam. Termasuk ke dalam hal yang dilarang ialah perlakuan dumping dalam berdagang/berbisnis.
8.      Memiliki target sasaran/tujuan yang lebih tinggi (al-hadaf as-sami). Berlainan dengan sistem ekonomi non Islam yang semata-mata hanya untuk mengejar kepuasan materi (ar-rafahiyah al-maddiyah), ekonomi Islam memiliki sasaran yang lebih jauh yakni merealisasikan kehidupan kerohanian yang lebih tinggi (berkualitas) dan pendidikan kejiwaan.
9.      Realistis (al-waqi`iyyah). Prakiraan (forcasting) ekonomi khususnya prakiraan bisnis tidak selamanya sesuai antara teori di satu sisi dengan praktek pada sisi yang lain. Dalam hal-hal tertentu, sangat dimungkinkan terjadi pengecualian atau bahkan penyimpangan dari hal-hal yang semestinya. Misalnya, dalam keadaan normal, Islam mengharamkan praktek jual-beli barang-barang yang diharamkan untuk mengonsumsinya, tetapi dalam keadaan darurat (ada kebutuhan sangat mendesak) pelarangan itu bisa jadi diturunkan statusnya menjadi boleh atau sekurang-kurangnya tidak berdosa.
10.  Harta kekayaan itu pada hakekatnya adalah milik Alah s.w.t. Dalam prinsip ini terkandung maksud bahwa kepemilikan seseorang terhadap harta kekayaan (al-amwal) tidaklah bersifat mutlak. Itulah sebabnya mengapa dalam Islam pendayagunaan harta kekayaan itu tetap harus dikelola dan dimanfaatkan sesuai dengan tuntunan Sang Maha Pemilik yaitu Allah s.w.t. Atas dalih apapun, seseorang tidak bolehbertindak sewenag-wenang dalam mentasarrufkan (membelanjakan) harta kekayaannya, termasuk dengan dalih bahwa harta kekayaan itu milik pribadinya.
11.  Memiliki kecakapan dalam mengelola harta kekayaan (tarsyid istikhdam al-mal). Para pemilik harta perlu memiliki kecerdasan/kepiawaian dalam mengelola atau mengatur harta kekayaannya semisal berlaku hemat dalam berbelanja, tidak menyerahkan harta kepada orang yang belum/tidak mengerti tentang pendayagunaannya, dan tidak membelanjakan hartanya ke dalam hal-hal yang diharamkan agama, serta tidak menggunakannya pada hal-hal yang akan merugikan orang lain.

G.     Ruang Lingkup Ekonomi Mikro Islam
Ruang Lingkup Ekonomi Mikro Islam (EMI) mencakup beberapa aspek ekonomi individu dalam skala mikro, yang antara lain meliputi:
1.       Asumsi Rasionalitas dalam Ekonomi Islami Produksi islami
2.       Teori Konsumsi islami
3.       Teori Permintaan islamig
4.       Teori Penawaran islami
5.       Teori produksi islami
6.      Mekanisme Pasar Islami
7.       Efisiensi Alokasi dan Distribusi Pendapatan



[1] Adiwarman A Karim, Ekonomi Mikro Islami, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2007, hlm. 4
[2] M. Nur Rianto dan Euis Amalia, Teori Mikro Ekonomi : suatu perbandingan ekonomi islam dan ekonomi konvensional, KENCANA PRENADA MEDIA GROUP, Jakarta, 2010, hlm. 43
[3] Adiwarman A Karim, Ekonomi Mikro Islami, PT. Raja Grafindo, Jakarta, 2007, hlm. 34
[4] http://ekonomimikroislam.blogspot.co.id/2013/07/makalah-ekonomi-mikro-islam.html

Tidak ada komentar:

Posting Komentar