Minggu, 27 Maret 2016

makalah ushul piqh tentang sejarah perkembangan ushul piqh

Sejarah ushul fiqh
Ilmu ushul fiqh tumbuh bersama dengan ilmu fiqh, meskipun ilmu fiqh dibukukan dahulu dari pada ilmu ushul fiqh. Dengan tumbuh nya ilmu fiqh, tentu ada metode yang dipakai untuk menggali ilmu tersebut  dan metode itu tidak lain adalah ilmu Ushul Fiqh.[1]
Walaupun ushul piqh dibukukan pada abad ke-3 H atau pada masa Imam Syafi’i dianggap sebagai perintis  atau bapak yurisprudensi dalam islam, itu tidak berarti masa-masa sebelumnya tidak penting untuk diuraikan.
A.    Sejarah ushul fiqh
1.      Periode Nabi

Pertumbuhan  ushul fiqh tidak terlepas dari perkembangan hukum Islam sejak zaman Nabi SAW hingga pada masa tersusunya ushul fiqh sebagai salah satu bidang ilmu pada abad ke-2 H. Pada zaman Nabi SAW, sumber hukum Islam ada 2, yaitu Alqur’an dan sunnah. Apabila suatu kasus terjadi, Nabi SAW menunggu wahyu yang menjelaskan kasus hukum tersebut. Apabila wahyu tidak turun maka Nabi menetapkan kasus tersebut melalui sabdanya, yang kemudian dikenal dengan hadis dan sunah. Dalam menetapkan hukum dari berbagai kasus yang ada di zamanya, ulama ushul fiqh menyimpulkan ada isyarat bahwa Nabi melakukannya melalui ijtihad. Hasil ijtihad Nabi ini secara otomatis menjadi sunnah bagi ummat.

Dalam beberapa kasus, Nabi SAW juga mengaplikasikan qiyas ketika menjawab pertanyaan para sahabat. Cara-cara beliau dalam menetapkan hukum inilah yang menjadi bibit munculnya ilmu ushul fiqh. Oleh sebab itu, para ushuliyyin menyatakan bahwa ushul fiqh itu sendiri bersamaan hadirnya dengan fiqh, yakni sejak zaman Nabi SAW. Bibit ini semakin jelas di zaman para sahabat karena persoalan yang mereka hadapi semakin berkembang, sedangkan Al-qur’an dan sunnah telah selesai turun seiring dengan wafatnya Nabi SAW.[2]


2.      Periode Sahabat
Pemikiran ushul piqh beriringan dengan perumusan piqh. Penerapan  aspek ushul piqh terhadap masalah yang tidak ditemukan nash, pada masa sahabat terjadi pertama kali dalam bidang piqh politik. Masalah yang cukup pelik dihadapi umat islam ketika itu ialah siapa yang mengganti Nabi Muhammad. Peliknya masalah ini setidak- tidaknya dilatar belakangi oleh 2 sebab. Pertama, tidak ditemukan pesan atau wasiat dari nabi tentang suksesi kepemimpinan nya di madinah. Kedua, tidak ditemukannya ketentuan yang tegas dalam nash, kecuali terdapat isyarat yang samar  menyebut kepemimpinan harus dari suku quraisy.  Dalam memecah kerumitan permasalahan yang hampir menghancurkan umat islam, umar menunjuk Abu Bakar dan berkat dihadapan umat islam ketika itu.
“Rasulullah telah meridhai sebagai penggantinya dalam masalah agama. Apakah kita tidak merestuinya sebagai pengganti Rasulullah dalam masalah keduniaan?”
umar mengaitkan ucapannya tersebut dengan tindakan nabi yang mengangkat abu bakar menjadi penggantinya sebagai imam salat ketika nabi dalam keadaan sakit. Bertoleh dari tindakan nabi tersebut, umar melakukan qias untuk kepemimpinan kenegaraan . pengkiasaan itu dapat disebut sebagai penerapan aspek ushul piqh. Selama masa sahabat masih ada pendapat lain yang dikemukakan  oleh sahabat mengenai kaus lain yang berkaitan dengan ushul piqh.
3.      Periode Tabi’in
Periode ini ditandai dengan banyaknya ulama yang tampil sebgai pemberi fatwa dan meluasnya lapangan istinbat atau perumusan hukum karena begitu banyaknya peristiwa hukum yang terjadi.  Ulama yang bermuncula tersebut ialah Said Ibn Musayyab dan Ibrahim Al-nakha’I. mereka member fatwa berdasarkan Alquran, hadis dan fatwa- fatwa sahabat. Bila tidak terdapat dalam nash, sebagian mereka ada yang menetapkan hukum dengan mempertimbangkan kemaslahatan dan ada pula yang  menempuh jalur qiyas. Karena perbedaan meteode inilah dikemudian hari emenimbulkan mazhab piqh.
4.      Periode Tabii Tabi’in
Ulama yang muncul pada periode ini adalah sebagai berikut :
a.       Abu Hanafiah
Untuk fatwa- fatwa yang masih diperselisihkan, ia memilih yang dianggapnya paling kuat. Hal ini terlihat dari banyaknya ia menggunakan qiyas dan istihsan.
b.      Imam Maliki
Imam maliki menggunakan tradisi  yang hidup di kalangan  penduduk madinah. Ia lebih banyak menggunakan hadis , mugkin karena banyaknya hadis yang ia temukan.
c.       Imam Syafi’i
Diterangkan oleh Abdul Wahhab Khallaf. Bahwa ulama yang pertama kali membukukan kaidah- kaidah ilmu ushul piqh dengan disertai alasan- alasannya ialah Muhammad bin Idris Asy-Syafi’I (150 – 204 H). Dalam sebuah kita yang diberi nama ar - risalah. Kitab tersebut merupakan kitab yang pertama kali sampai kepada kita. Sehingga beliau dikenal sebagai pencipta ilmu ushul piqh. [3]
B.     Mazhab
1.      Pengertian mazhab
Pengertian mazhab dalam istilah fiqh dan ilmu fiqh setidaknya meliputi dua hal, yaitu
a.       Jalan pikiran atau metode yang digunakan seorang mujtahid  dalam menetapkan hukum suatu kejadian.
b.      Pendapat atau fatwa seorang mujtahid atau mufti tentang hukum suatu kejadian.[4]
Menurut sebagian ulama, orang awam yang beramal dengan mazhab seorang imam mujtahid dalam masalah tertentu. Dituntut untuk secara konsisten mengikuti terus mazhab imam tersebut dalam masalah- masalah lainnya, sehingga bentuk pengamalan agama orang awam itu sama dengan imamnya dalam segala urusan agama.
C.     Perkembangan Ushul Fiqh
Tahap-tahap perkembangan ushul fiqh sebagaimana dikemukakan Rachmat Syafi’i adalah sebagai berikut :
1.      Tahap Awal(Abad ke-3 H)

Pada abad ke-3 H, dibawah pemerintahan abbasyiah,wilayah islam semakin meluas kebagian Timur. Khalifah-khalifah Abbasyah yang brkuasa dalam abad ini adalah Al-Ma’mun (w. 218 H). Pada masa mereka inilah terjadi suatu kebangkitan ilmiah dikalangan Islam, yang dimulai sejak masa pemerintahan khalifah Ar-Rasyid. Kebangkitan pemikiran pada masa ini ditandai dengan timbulnya semangat penerjemahan dikalangan ilmuan muslim. Buku-buku filsafat Yunani diterjemahkan dalam bahasa Arab, kemudian diberikan penjelasan (syarah). Di samping itu, ilmu-ilmu keagamaan juga berkembang dan semakin meluas objek pembahasannya. Hampir dapat dikatakan bahwa tidak ada ilmuan keislaman yang berkembang sesudah Abbasyiah, kecuali yang telah dirintis atau diletakkan dasar-dasarnya pada zaman dinasti Abbasyia ini.

Salah satu hasil dari kebangkitan berfikir dan semangat keilmuan islam ketika itu adalah berkembangnya bidang fiqh, yang pada gilirannya mendorong untuk disusunnya metode berfikir fiqh yang disebut ushul fiqh. Sepertitelah dikemukakan, kitab ushul fiqh yang pertama-tama tersusun secara utuh dan terpisah dari kitab-kitab fiqh ialah Ar-Risalah, karangan Asy-Syafi’i.

Perlu diketahui bahwa pada umunya kitab-kitab ushul fiqh yang ada pada abad3 hijriyah ini tidakmencerminkan pemikiran-pemikiran ushul fiqh yang utuh dan mencakup segala aspeknya, kecuali Ar-Risalah itu sendiri. Kitab Ar-Risalah mencakup permasalahan-permasalahan Ushuliyah yang menjadi pusat perhatian para fuqaha padazaman itu.

Pada abad ini pula laahir ulama-ulama besar yang meletakkan dasar berdirinya mazhab-mazhab fiqh. Para pengikut mereka semakin menunjukkan perbedaan dalam mengungkapkan pemikiran ushul fiqh dari para imamnya . Asy Syafi’i, misalnya, tidakmenerima cara penggunaan istishan yang masyhur dikalangan Hanafiyah. Sebaliknya, Hanfiyah tidak menggunakan cara-cara pengambilan hukum berdasarkan hadis-hadis yang dipegang oleh Asy-Syafi’i. Sementara itu, kaum Ahl Al-hadis pada umumnya dan kaum zhariyah pengikut Daud Azh-Zhairi pada khususnya, tidak menyetujuimetode dari kedua golongan terakhir mempunyai metode tersendiri dalam qiyas dan fa’wil.[5]

2.      Tahap Perkembangan (Abad ke-4 H)

Abad ke-4 H merupakan abad permulaan kelemahan dinasti Abbasyiah dalam bidang politik. Pada abad ini, dinasti Abbasyiah terpecah-pecah menjadi Daulah-daulah kecil yang masing-masing dipimpin oleh seorang sultan. Namun demikian, kelemahan bidang politik ini tidak  memengaruhi perkembangan semangat keilmuan dikalangan para ulama ketika itu.
Bahkan ada yang mengatakan bahwa perkembangan ilmu keislaman pada abadke 4 hijriyah jauh lebih maju dibandingkan dengan masa sebelumnya. Hal ini disebabkan masing-masing penguasa daulah-daulah kecil itu berusaha memajukan negrinya dengan memperbanyak kaum intelektualnya. Juga disebabkan terjadinya desentralisasi ekonomi yang mebawa daulah-daulah kecil itu semakin makmur dan menopang ilmu pengetahuan di negerinya.
Pemikiran liberal islam berdasarkan ijtihad muthlak berhenti pada abad ini. Akibatnya, aliran aliran fiqh yang ada semakin mantap eksistensinya, apalagi disertai dengan panatisme dari golongan penganutnya.
Usaha-usaha yang dilakukan para ulama adalah :
1)      Memperjelas illat hukum, yang di istimbadkan oleh para imam mereka yang kemudian disebut sebagai ulama takhrij.
2)      Mentarjihkan pendapat-pendapatyang berbeda dalam mazhab baik dari segi riwayat atau dirayah.
3)      Setiap golongan mendukung mazhabnya sendiri dan mentarjihkannya dalam berbagai masalah khilafiyah. Mereka menyusun kitab alkhilaf, yang didalmnya diungkapkan masalah-masalah yang diperselisihkan , dan mentarjihkan pendapat atau pendirian mazhab yang dianutnya.[6]
Tanda-tanda perkembangan ilmu ushul fiqh dalam abad ke 4 H ini, yaitu munculnya kitab-kitab ushul fiqh yang merupakan hasil karya dari para ulama fiqh. Kitab-kitab yang paling terkenal diantaranya ialah :
1)      Kitab Ushul al-kharkhi, ditulis oleh Abu Al-Hasan Ubadillah Ibnu Al-Husain Ibnu Dilal Dalaham Al-Kharkhi (w.340 H).
2)      Kitab Al-Fushul fi Al-Ushul, ditulis oleh Ahmad Ibnu Ali Abu Bakar Ar-Razi yang juga dikenal dengan Al-Jashshash (305-370 H).
3)      Kitab Bayan Kasf Al-Ahfazh, ditulis oleh Abu Muhammad Badr Ad-Din Mahmud Ibnu Ziyad Al-Lamisy Al-Hanafi.
Berdasarkan uranian diatas, ada beberapa hal yang perlu dicatat sebagai ciri khas perkembangan ilmu ushul fiqh pada abad ke 4 H, yaitu munculnya kitab-kitab  ushul fiqh yang membahas masalah ushulfiqh secara utuh dan tidak sebagian-sebagian seperti yang terjadi pada masa yang sebelumnya. Kalupun ada yang membhas kitab-kitab tertentu, hal itu semata-mata untuk menolak atau memperkuat pandangan tertentu dalam masalah itu.
Dalam abad ke 4 H ini pula mulai tampak  adanya pengaruh pemikiran yang bercorak filsafat, khususnya metode berfikir menurut ilmu mantiq dalam ilmu ushul fiqh. Hal ini terlihat dalam masalah mencari makna dan pengertian sesuatu, yang dalam ilmu ushul fiqh, al-hudud merupakan suatu hal yang tidak pernah dijumpai dalam perkembangan (kitab-kitab) sebelumnya.
3.      Tahap penyempurnaan (abad ke 5 – 6 H)

Kelemahan politik di baghdad yang ditandai dengan lahirnya beberapa daulah kecil, membawa arti bagi perkembangan peradaban dunia islam. Peradaban islam tidak lagi terpusat di baghdad, tetapi juga di kota-kota, seperti kairo, bughara, ghazna, dan markusy. Hal itu disebabkan adany perhatian besar dari para sultan , raja-raj penguasa daulah-daulah kecil itu terhadap perkembanga ilmu dan peradaban.

Dalam sejarah perkembangan ilmuushul fiqh, abad ke 5 dan ke 6 H ini merupakan periode penulisan kitab ushul fiqh terpesat, yang melahirkan kitab-kitab yang menjadi kitab standar dalam penkajian ilmu ushul fiqh selanjutnya.
            Kitab-kitab ushulfiqh yang paling penting, antara lain sebagai berikut:
1)      Kitab Al-Mughni fi Al-Abwab Al-Adl Wa At-Tauhid, ditulis oleh Al-Qhadi Abd. Al-Jabbar (w. 415 H / 1024 M).
2)      Kitab Al-Mu’amad, fi Al-Ushul Fiqh, ditulis oleh Abu Al-Husain Al-Bashri (w.436 H / 1044 M) yang juga beraliran mu’tazilah.
3)      Kitab Al-Iddaf fi Ushul Al-Fiqh ditulis Abu Al-Qhadi Abu Muhammad Ya’ la Muhammad Al-Husain Ibnu Muhammad Ibnu Khalf Al-Fara (w. 458 H / 1065 M), yang dianggap sebagai ulama besar madzhab pada abad ke 5 H.
4)      Kitab Al-Burhan fi Ushul Al-Fiqh, ditulis oleh Abu Al-ma’ali Abd. Al-Malik Ibnu Abdillah Ibnu yusuf Al-Juwaini imam Al-Haramain (w. 478 H / 1094 M).
5)      Kitab Al-Mustashfa min Ilm Al-Ushul, ditulis oleh Abu Hamid Al-Ghazali (w. 616 H/ 1219 M), dan Ash-shaf Abu Yahya.
Pada abad ke 5 dan ke 6 H tampil fuqahah yang memiliki pemikiran-pemikiran yang orisinal dan riberal, ditandai dengan timbulnya perbedan pendapat dalam msalah-masalah tertentu. Dalam abad ini pula terlihat aktifitas ulama mutakalimin, baik ‘asy’ Ariyah maupun Mu’tazilah yang memberi perhatian terhadap penulisan ushul fiqh. Disamping itu, kitab-kitab usjul fiqh dalam periode ini telah terpengaruh oleh corak pemikiran kalamiyah, filsafat, dan manthiqiyah.[7]
Dari uraian perkembangan ushul fiqh pada abad pertam hingga abad ke 6 dapat dismpulakan bahwa kegiatan ulama dalam penulisan ilmu ushul fiqh merupakan salah satu upaya dalam menjaga keasrian hukum syara’ dan menjabarkannya pada kehidupan sosial yang berubah ubah. Kegiatan tersebut dimulai pada abad ke 3 H. Ushul fiqh terus berkembang menuju kesempurnaannya hingga puncaknya pada abad ke 5 dan awal abad ke 6 H. Abad tersebut merupakan abad keemasan  penulisan ilmu ushul fiqh karena banyaknya ulama yang memusatkan perhatiannya pada ilmu tersebut. Pada abad inilah, muncul kitab-kitab ushul fiqh yang menjadi standar dan rujukan untuk perkembangan ushul fiqh selanjutnya.
D.    KESIMPULAN
Dari penjelasan-penjelsan di atas dapat disimpulkan
1.      Apa yang dikemukakan diatas menunjukkan bahwa sejak zaman Rasulullah saw., sahabat, tabi’in dan sesudahnya, pemikiran hukum Islam mengalami perkembangan. Namun demikian, corak atau metode pemikiran belum terbukukan dalam tulisan yang sistematis. Dengan kata lain, belum terbentuk sebagai suatu disiplin ilmu tersendiri
  1. Karena timbulnya berbagai persoalan yang belum diketahui hukumnya. Untuk itu, para ulama Islam sangat membutuhkan kaidah-kaidah hukum yang sudah dibukukan untuk dijadikan rujukan dalam menggali dan menetapkan hukum maka disusunlah kitab ushul fiqih .
  2. Bahwa kegiatan ulama dalam penulisan ushul fiqih merupakan salah satu upaya dalam menjaga keasrian hukum syara. Dan menjabarkanya kehidupan sosial yang berubah-ubah itu, kegiatan tersebut dimuali pada abad ketiga hijriyah. ushul fiqih terus berkembang menuju kesempurnaanya hingga abad kelima dan awal abad 6H abad tersbut merupakan abad keemasan penulisan ilmu ushul fiqh Karena banyak ulama yang mmusatkan perhatianya pada bidang ushul fiqih dan juga muncul kitab-kitab fiqih yang menjadi standar dan rujukan untuk ushul fiqih selanjutnya.







DAFTAR PUSTAKA
Ø  Khatib Suansar. Ushul Fiqh. Bogor: PT Penerbit IPB Press. 2014.
Ø  Syarifuddin Amir. Ushul Fiqh. Jakarta: KENCANA. 2008.
Ø  Beni Ahmad Saebani, Januari. Fiqh Ushul Fiqh. Bandung: Pustaka Setia. 2008.
Ø  Asmawi. Perbandingan Ushul Fiqih. Jakarta: AMZAH. 2011.





[1] Suansar Khatib. Ushul fiqh.Bogor:IPB PRESS. 2014.Jil. ke-1. Hlm.1
[2] Asmawi, Perbandingan Ushul Fiqih, Jakarta: AMZAH, 2011, hlm. 6.
[3] Suansar Khatib. Ushul fiqh.Bogor:IPB PRESS. 2014.Jil. ke-1. Hlm.3-4
[4] Amir Syarifuddin. Ushul fiqh. JAKARTA : KENCANA.2011. Jil. Ke-2. Cet. Ke-6. Hlm. 448
[5] Abu Zahrah, Ushul fiqh. Hlm. 32.
[6] Beni Ahmad Saebani, Januri, Fiqh Ushul Fiqh, hlm. 123.
[7] Al-Khudari Beik, Hlm. 38-39.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar